
Ilustrasi Berpikir Kritis (Dok by Pexels)
Editor: Redaksi FAS Media
FAS Media – Sebuah penelitian terbaru menganalisis tingkat keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII F di salah satu SMP Negeri di Jember.
Penelitian ini menggunakan model Problem-Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Riset ini menyoroti pentingnya keterampilan berpikir kritis sebagai kompetensi abad 21 yang esensial untuk memecahkan masalah dan mengembangkan penalaran siswa.
Penelitian kualitatif deskriptif ini mengungkap bahwa secara umum, siswa menunjukkan kategori tinggi dalam berpikir kritis, dengan rata-rata capaian sebesar 69%.
Dari enam indikator kajian berpikir kritis, indikator fokus (focus) mendapat skor tertinggi (87%). Hal tersebut bahwa siswa mampu menganalisis masalah secara mendalam.
Namun, hasil yang paling mengkhawatirkan adalah pada indikator kejelasan (clarity) yang hanya mencapai 47%. Hal tersebut menunjukkan kelemahan siswa dalam menjelaskan lebih lanjut kesimpulan yang telah mereka ambil.
Keterampilan Berpikir Kritis?
“Siswa cenderung mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah, tetapi masih kesulitan menjabarkan solusi secara eksplisit dan menyeluruh,” ungkap Irma dalam laporannya.
Penelitian ini menggunakan instrumen tes esai dan wawancara mendalam terhadap siswa. Tes berbasis indikator berpikir kritis seperti reason, inference, situation, clarity, dan overview.
Dari 35 siswa yang terlibat, sebanyak 23 siswa (66%) masuk kategori tinggi, 11 siswa (31%) masuk kategori cukup, dan hanya satu siswa yang tergolong sangat tinggi.
Lebih lanjut, penerapan model PBL di kelas tersebut mengacu pada tahapan: pengajuan masalah, organisasi kelompok, penyelidikan, pengembangan karya, dan evaluasi hasil belajar. Model ini berhasil menumbuhkan keaktifan siswa dalam diskusi serta memacu daya nalar mereka.
Meski demikian, sejumlah kendala tetap ditemui. Beberapa siswa masih menunjukkan sikap pasif, enggan bertanya, atau cenderung mengulang pendapat dari buku.
Penelitian ini pun merekomendasikan agar guru menggunakan lebih banyak media pembelajaran kontekstual dan teknik tanya jawab reflektif.
Irma menekankan bahwa berpikir kritis merupakan bekal penting bagi siswa untuk mampu bersaing di era global.
Ia juga menyarankan penelitian lanjutan untuk mengeksplorasi strategi lain yang dapat mengatasi lemahnya kemampuan menjelaskan dan meninjau ulang solusi.
“Berpikir kritis bukan sekadar soal menjawab soal, tapi tentang bagaimana siswa membangun alasan, menilai situasi, dan menemukan berbagai alternatif solusi,” Ujar Irma.***